Trenbelajar.com – Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan jasa para pahlawannya. Kita sebagai generasi muda tentunya bercita-cita Indonesia menjadi sebuah negara yang lebih dibandingkan oleh bangsa lainnya. Oleh karenanya kita wajib mengetahui perjuangan Pahlawan Bangsa dan Negara Indonesia untuk kita ambil semangat dan suri tauladannya dalam mengisi kemerdekaan.
Salah satu pahlawan yang harus ketahui adalah Raja Ali Haji bin Raja Haji Ahmad sebagai pahlawan yang meletakkan dasar Bahasa Indonesia.
Kepahlawanan ulama ini tertuang di Jakarta melalui Keppres Nomor 89/TK/2004 yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 5 November 2004 dengan menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional pada Raja Ali Haji bin Raja Haji Ahmad dalam kontribusinya pada bahasa, sastra, budaya Melayu, dan sejarah Indonesia.
Biografi Raja Ali Haji bin Raja Haji Ahmad
Lahir di Pulau Penyengat, Kesultanan Linggau (sekarang di Riau) pada tahun sekira 1808 – 1809 Raja Ali lahir. Ayahnya Raja Ahmad yang bergelar Engku Haji Tua dan ibunya Encik Hamidah binti Panglima Malik Selangor
Semasa kecil cucu Raja Ali Haji, bangsawan Bugis dan Kesultanan Lingga-Riau ini menerima banyak pengetahuan di lingkungan istana. Diantaranya Syeikh Ahmad Jabarti, Syeikh Ismail bin Abdullah al Minkabawi, dan masih banyak lagi.
Di tahun 1822 beliau Bersama ayahnya pergi ke Jakarta untuk belajar dan di usia 32 tahun Bersama dengan sepupunya ditunjuk untuk memerintah di daerah Linggau.
Dia terkenal sebagai pencatat pertama dasar-dasar tata Bahasa Melayu lewat buku Pedoman Bahasa; buku yang menjadi standar Bahasa Melayu. Bahasa Melayu standar (juga disebut bahasa Melayu baku) itulah yang dalam Konggres Pemuda Indonesia 28 Oktober 1928 ditetapkan sebagai bahasa nasional Bahasa Indonesia.
Karya – Karya Raja Ali Haji bin Raja Haji Ahmad
Banyak karya-karya sastranya yang akhirnya menjadi pelopor sastra Melayu diantaranya tahun 1847 yang berjudul, “Gurindam Dua Belas yang merupakan pelopor aliran sastra Melayu pada masanya. Gurindam Dua Belas, puisi Melayu lama dengan ciri khas istilah tasawuf, kata-kata kiasan, dan yang berisi 12 pasal nasihat dan petunjuk hidup.
Dua buku lain yang ia tulis juga terkenal, yakni “Tuhfat al-Nafis” (1860) dianggap sebagai sumber tak ternilai tentang sejarah Semenanjung Melayu, dan “Silsilah Melayu dan Bugis” (1865), Bustan al-Kathibin (1857), Intizam Waza’if al-Malik (1857), serta Thamarat al-Mahammah (1857).