Home Karya Ilmiah Perkembangan Masyarakat Madani Indonesia

Perkembangan Masyarakat Madani Indonesia

by trenbelajar
Trenbelajar.com – Tatanan hidup masyarakat yang teratur, tentu sangat diinginkan oleh masyarakat dalam sebuah bangsa.

Begitu pula dengan umat Islam sebagai umat terbesar di Indonesia, oleh karena itu suatu model tatanan yang Islami atau mencontoh ketika zaman nabi Muhammad SAW, sangat didambakan oleh seluruh Umat Islam di Indonesia. 

Menurut Wan Asrida (Ahyar, 2022:67) Konsep “masyarakat madani” merupakan penerjemahan atau pengislaman konsep “civil society”. Orang yang pertama kali mengungkapkan istilah ini adalah Anwar Ibrahim dan dikembangkan di Indonesia oleh Nurcholish Madjid. Pemaknaan civil society sebagai masyarakat madani merujuk pada konsep dan bentuk masyarakat Madinah yang dibangun Nabi Muhammad. Masyarakat Madinah dianggap sebagai legitimasi historis ketidakbersalahan pembentukan civil society dalam masyarakat muslim modern. 

Makna Civil Society menurut Diamond (Mustaring, 2021:264) “Masyarakat sipil” adalah terjemahan dari civil society. Konsep civil society lahir dan berkembang dari sejarah pergumulan masyarakat. Cicero adalah orang Barat yang pertama kali menggunakan kata “societies civilis” dalam filsafat politiknya. Konsep civil society pertama kali dipahami sebagai negara (state). Secara historis, istilah civil society berakar dari pemikir Montesque, JJ. Rousseau, John Locke, dan Hubbes.

Ketiga orang ini mulai menata suatu bangunan masyarakat sipil yang mampu
mencairkan otoritarian kekuasaan monarchi-absolut dan ortodoksi gereja.
 

Antara Masyarakat Madani dan Civil Society sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, masyarakat madani adalah istilah yang dilahirkan untuk menerjemahkan konsep di luar menjadi “Islami”.


Melihat dari subtansi civil society lalu membandingkannya dengan tatanan
masyarakat Madinah yang dijadikan pembenaran atas pembentukan civil society di masyarakat Muslim modern akan ditemukan persamaan sekaligus perbedaan di antara keduanya.
 

Menurut Buya Syafii Maarif (Mustaring, 2021:264) Perbedaan lain antara civil society dan masyarakat madani adalah civil society merupakan buah modernitas, sedangkan modernitas adalah buah dari gerakan Renaisans; gerakan masyarakat sekuler yang meminggirkan Tuhan. Sehingga civil society mempunyai moral-transendental yang rapuh karena meninggalkan Tuhan.

Sedangkan masyarakat madani lahir dari dalam buaian dan asuhan petunjuk Tuhan. Dari alasan ini Maarif mendefinisikan masyarakat madani sebagai sebuah masyarakat yang terbuka, egalitar, dan toleran atas landasan nilai-nilai etik-moral transendental yang bersumber dari wahyu Allah. 

Masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi. Allah SWT memberikan gambaran dari masyarakat madani dengan firman- Nya dalam Q.S. Saba ayat 15: Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri (kepada mereka dikatakan): “Makanlah
olehmu dari rezki yang(dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun”.
 

Masyarakat madani sejatinya bukanlah konsep yang ekslusif dan dipandang sebagai dokumen usang. Ia merupakan konsep yang senantiasa hidup dan dapat berkembang dalam setiap ruang dan waktu. Mengingat landasan dan motivasi utama dalam masyarakat madani adalah Al-Qur’an. (Fahruroji dan Setiawan, 2022:54-55).

Munculnya masyarakat madani disebabkan unsur-unsur sosial dalam tatanan masyarakat. Unsur tersebut merupakan kesatuan yang saling mengikat dan menjadikan karakter khas masyarkat madani. Unsur pokok yang harus dimiliki masyarakat madani yaitu : republik yang bebas, demokrasi, toleransi, kemajemukan, dan keadilan sosial. 

Beberapa Karakteristik masyarakat Madani (Fahruroji dan Setiawan, 2022:48-49), diantaranya: 

1.    Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-kelompok ekslusif ke
dalam mayarakat melalui kontrak social dan aliansi social.
 

2.   Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan yang
mendominasi dalam masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan
alternative.
 

3. Dilengkapinya berbagaai macam program – pembangunan yang didominasi oleh negara dengan program-program pembangunan yang berbasis masyarakat. 

4. Terwakilinya kepentingan-kepentingan individu dan negara karena keanggotaan organisasi-organisasi volunteer mampu memberikan masukan -masukan terhadap keputusan- keputusan pemerintah. 

5.   Tumbuh dan berkembangnya kreatifitas yang pada permulaanya terhambat
oleh rejim-rejim totaliter.
 

6.  Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehinga individu
dapat mengekspresikan dirinya secara baik.
 

7.  Individu mengakui keterkaitanya dengan orang lain sehingga tidak mementingkan diri sendiri. 

8.    Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan lembaga-lembaga social dengan berbagai ragam persfektif. 

9.Ber-Tuhan, artinya bahwa masyarakat tersebut adalah masyarakat yang beragama, mengakui adanya Tuhan dan menempatkan seluruh hukum Tuhan sebagai landasan dalam mengatur kehidupan sosial. 

10.  Damai, artinya masing-masing elemen masyarakat, baik secara individu
maupun secara kelompok menghormati pihak lain secara adil.
 

11.  Tolong menolong tanpa mencampuri urusan internal individu lain yang
dapat mengurangi kebebasannya.
 

12.   Toleran. 

13.   Keseimbangan antara hak dan kewajiban social. 

14.  Berperadaban tinggi, artinya bahwa masyarakat tsb memiliki kecintaan
thdp ilmu pengetahuan dan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan untuk umat manusia.
 

15.   Berakhlak mulia. 

Indonesia memiliki komunitas yang kuat dalam hal civil society (masyarakat madani) bahkan jauh sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia berdiri, tatanan masyarakat sipil telah berkembang di wilayah nusantara yang diwakili oleh kiprah beragam organisasi sosial keagamaan dan pergerakan nasional dalam perjuangan merebut kemerdekaan. Organisasi perjuangan yang bercorak keagamaan 

tersebut berjuang bersama rakyat dalam hal penegakan HAM dan perlawanan terhadap kekuasaan kolonial, organisasi tersebut antara lain, seperti Serikat Islam (SI), Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah dll. Mereka telah berjuang, menunjukan kiprahnya sebagai komponen civil society yang sangat penting di dalam sejarah perkembangan masyarakat sipil di Indonesia. 

Oleh sebab itu masyarakat madani dapat dikatakan sebagai tiang utama dalam kehidupan politik yang demokratis. Karena masyarakat madani tidak hanya melindungi warga negara dalam berhadapan dengan negara,bahkan sekaligus merumuskan dan menyuarakan aspirasi masyarakat. Dalam upaya menciptakan masyarakat madani, nabi Muhammad menanamkan nilai semangat persaudaraan (al-ikha), nilai persamaan (al-musawah), dan rasa toleransi (al-tasamuh), nilai musyawarah (al-tasyawur) dan saling tolong menolong (al-ta’awun), dan keadilan (al-adalah), keenam semangat itulah yang kemudian dewasa ini dicirikan sebagai corak masyarakat indonesi yang sangat selaras dengan nilai nilai luhur Pancasila.

 

 

 

Daftar Pustaka

 1.  Ahyar, Muzayyin. 2022. Menilik Politik Islam dari Hulu Ke Hilir. Bening Media Publishing: Palembang.

 2.  Mustaring, Dodi Ilham. 2021. Buku Ajar Pendidikan Agama Islam. Cipta Media Nusantara: Surabaya.

 3.    Fahruroji,  Setiawan  Marwan.  Masyarakat  Madani: Pluralisme  dan  Multikulturalisme.  Zahir  Publishing: Sleman Yogyakarta.

 

Artikel lain

Leave a Comment